Nama : Deni
Atika
NIM : 4301413072
Rombel: 29
Wanita, Hijab, dan Peradaban Bangsa
Kasus pelecehan bahkan
pemerkosaan marak terjadi, terutama di kota-kota besar. Para remaja yang hamil
di luar nikah sudah bukan menjadi fenomena yang asing lagi. Perzinahan
merajalela bukan hanya di kalangan remaja yang berujung pada aborsi dan
pembuanganan bayi. Dari sinilah akhirnya lahir anak-anak generasi penerus
bangsa dengan moral perusak yang akan membawa negara menuju kehancuran karena
tidak baiknya pendidikan yang diterima dari lingkungan keluarga. Mereka yang
mengalami kecelakaan sebelum menikah, akhirnya terpaksa menikah dalam kondisi
mental yang belum matang demi menutupi aib dan ujung-ujungnya hanya menciptakan
suasana keluarga yang tidak baik untuk dijadikan tempat pertama kalinyamengenal
pendidikan bagi anak.
Pendidikan awal dari orang tua terutama ibu merupakan modal awal untuk
membentuk karakter seorang anak. Begitu pentingnya kaum wanita dalam menentukan
kemajuan suatu bangsa. Jika di dalam suatu negara banyak wanitanya yang
berakhlak buruk, maka dengan cepatlah negara tersebut hancur
Lalu, bagaimana
kemudian agar wanita-wanita itu nantinya tidak melahirkan generasi-generasi
perusak? Yaitu dengan memperbaiki akhlak mereka dengan senantiasa menaati ajaran
Islam atau bagi pemula bisa dengan perlahan-lahan melakukan apa yang memang
sudah menjadi kewajibannya sejak ia bersyahadat. Berdasarkan keterangan dari
beberapa hadits, sebaik-baik harta benda adalah wanita sholehah dan derajat
wanita sholehah itu lebih baik dari 1000 laki-laki yang tidak baik.
Sholat merupakan amalan
wajib yang paling utama dan akan dihisab pertama sebelum amalan-amalan lainnya.
Namun, bagi wanita ada suatu kewajiban yang sama pentingnya untuk dilaksanakan
bagi seorang muslimah, yaitu menutup aurat. Sampai manakah aurat wanita itu? Hijab dan jilbab adalah masalah fiqih (syari’ah),
keempat Mazhab yang terkenal seperti MazhabHanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hambali
dan semua ahli fiqih dan syariat Islam sependapat bahwa aurat perempuan adalah
semua badannya, kecuali muka dan kedua telapak tangan.
Banyak wanita yang
sudah menunaikan kewajiban sholat lima waktunya dengan baik,tapi belum
mengenakan jilbab.Kebanyakan dari mereka menganggap kewajiban menutup aurat
atau memakai jilbab seperti suatu hal yang sunah. Jika dikerjakan mendapat
pahala dan jika tidak dikerjakan pun tidak apa-apa. Sesungguhnya tidak
demikian. Mengenakan jilbab itu wajib. Bagaimana rasanya ketika tidak
menunaikan sholat? Itulah yang juga harusnya dirasakan oleh wanita yang belum
menunaikan kewajiban menutup aurat. Kewajiban menutup aurat itu telah ada
perintahnya di dalam Al-Qur’an dan setiap bentuk kata perintah di dalam
Al-Qur’an merupakan suatu kewajiban.
Apakah dasar hukum yang
mewajibkan wanita untuk mengenakan jilbab? Perintah mengenakan jilbab di dalam
Al-Qur’an diterangkan dengan jelas dalam Q.S. Al –Ahzab:59 dan Q.S. An-Nur:
31.“Wahai nabi katakanlah pada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan
istri-istri orang mukmin , “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali ,
sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
(Q.S. Al-Ahzab:59). Yang dimaksud jilbab di sini ialah sejenis baju kurung yang
lapang yang dapat menutup kepala, wajah, dan dada.
Syaikh Rasyid
Ridha, dalam kitabnya ‘Nida Lil Jinsil Lathif’ menerangkan latar belakang turunnya
ayat ini, bahwa sebelum ayat ini diturunkan, kaum wanita mukminah biasa mengenakan
pakaian seperti lazimnya wanita-wanita nonmuslimah pada masa jahiliyah, yaitu terbuka
leher dan sebagian dada-dada mereka. Hanya sesekali mereka mengenaka njilbab,
itu pun tidak merata. Jika mereka merasa perlu, mereka memakainya, tetapi jika tidak
mereka tidak akan memakainya. Orang-orang yang usil lantas mengganggu mereka lantaran
wanita-wanita itu disangka hamba sahaya.Sebab memang hamba sahayalah yang
seringkali sengaja dipertontonkan sebagian dari anggota tubuh mereka. Kebiasaan
itulah yang kemudian dijadikan sarana oleh kaum munafik untuk mengganggu kaum mukminah,
termasuk istri-istri Nabi. Mereka beralasan bahwa mereka menyangka wanita-wanita itu adalah hamba
sahaya.Oleh sebab itu, Allah memerintahkan kepada wanita mukminah agar
memanjangkan jilbab-jilbab mereka dengan menutup kepala, leher, sampai dada
mereka. Dengan demikian, mereka dapat mengenali bahwa wanita-wanita yang
memakai jilbab adalah wanita-wanita mukminah.
Menutup aurat
bagi wanita adalah hikmah dari Allah swt untuk menyelamatkan kaum wanita dari bahaya
fitnah. Sebagaimana ditegaskan oleh Umar bin Khattab ra., beliau berkata, “
Bertaqwalah kepada Allah Tuhan kalian. Dan jangan biarkan istri dan anak perempuan
kalian mengenakan pakaian Qibthi. Karena sekalipun tidak tipis, namun dapat menimbulkan
rangsangan dan mengundang fitnah.
Dijelaskan
juga dalam Q.S. An-Nur ayat 31, “ Dan katakanlah kepada para perempuan yang
beriman , agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang biasa terlihat. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasnnya (auratnya), kecuali pada suami mereka, atau ayah mereka, atau
putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara permpuan mereka,
atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka
miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat
permpuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan
yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai
orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.” Ayat ini menegaskan empat hal,
yaitu: 1) Perintah untuk menahan pandangan dari yang diharamkan oleh Allah, 2)
Perintah untuk menjaga kemaluan dari perbuatan yang haram, 3) Larangan untuk
menampakkan perhiasan kecuali yang biasa terlihat. Para ulama mengatakan bahwa
ayat ini juga menunjukkan akan haramnya menampakkan anggota badan tempat
perhiasan tersebut. Sebab, jika perhiasannya saja dilarang untuk ditampakkan
apalagi tempat perhiasan itu berada. Menurut Ibnu Umar r.a. yang biasa nampak
adalah wajah dan telapak tangan. 4) Perintah untuk menutupkan jilbab hingga
menutupi dada.
Selain kedua ayat
Al-Qur’an di atas, ada juga hadits yang melandasi kewajiban bagi muslimah untuk
berjilbab. Dari Khalid bin Duraik: “ Aisyah ra., berkata: “Suatu hari, Asma
binti Abu Bakar menemui Rasulullah saw. dengan pakain tipis, beliau bepaling
darinya dan berkata; “ Wahai Asma’ jika perempuan sudah mengalami haid, tidak
boleh ada anggota tubuhnya yang terlihat kecuali ini dan ini, sambil menunjuk
ke wajah dan kedua telapak tangan.” (H.R. Abu Daud dan Baihaqi). Hadits ini
menunjukkan dua hal, yaitu: 1) Kewajiban menutup seluruh tubuh wanita keuali
wajah dan telapak tangan. 2) Pakaian yang tipis tidak memenuhi syarat untuk
menutup aurat. Dari kedua dalil di atas, jelaslah batasan aurat bagi wanita,
yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan. Dari dalil tersebut
dapat dipahami bahwa menutup aurat adalah wajib. Wajib berarti jika
dilaksanakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan mendapat dosa. Kewajiban
menutup aurat ini tidak hanya berlaku pada saat sholat atau pengajian saja,
namun juga pada setiap tempat yang
memungkinkan ada laki-laki lain yang bisa melihatnya.
Jilbab merupakan bentuk
ketaatan kepada Allah dan Rasul karena dengan kita berjilbab, berarti kita
telah melaksanakan perintah Allah dan Rasulullah saw di dalam Q.S. Al-Ahzab
ayat 59 dan Q.S. An-Nur ayat 31 serta pada hadits yang dijelaskan tadi. Allah
swt berfirman: “ ...Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah
memasukkannya ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang
mereka kekal di dalamnya, dan itulah kemenangan yang besar.” (Q.S. An-Nisa:13).
Perintah mengenakan jilbab bagi muslimah sudah tertera jelas di dalam firman
Allah, yaitu pada surah Al-Ahzab dan An-Nur di atas. Sedangkan setiap bentuk
kata perintah di dalam Al-Qur’an merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh
setiap muslim. Dan Al-Qur’an sendiri merupakan hukum Allah, serta kita
diharuskan untuk tunduk kepada hukum Allah.
Allah swt berfirman: “
Maka demi Tuhanmu , mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan kemudian mereka
tidak merasa keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan menerima dengan
sepenuhnya.” (Q.S. An-Nisa: 65). “Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin,
ketika mereka diseru kepada Allah dan rasulnya, supaya Rasulullah menghukum
(mengadili) di antara mereka, ialah ucapan, “ Kami mendengar dan kami patuh.”
Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. An-Nur:51). Dari kedua ayat
ini dapat dipahami bahwa kita tidak hanya harus patuh pada hukum Allah yang
tertera pada Al-Qur’an, tetapi juga pada perkataan-perkataan yang diputuskan
ole Rasulullah saw. (yaitu hadits/as-sunah).
Dari Ibnu Mas’ud ra.,
rasulullah saw bersabda, “Wanita itu seluruhnya aurat.” (HR. Thabrani). Aurat
menurut bahasa adalah suatu perkara yang malu jika diperlihatkan. Atau bisa
juga disebut, sesuatu yang menjadi aib atau cela jika diperlihatkan. Oleh sebab
itu, seseorang yang menampakkan auratnya di depan yang lainnyabadalah mereka
yang tidak memiliki rasa malu. Jilbab itu rasa malu. Sedangkan malu sendiri
merupakan sebagian dari iman.
Imam bin Hushain ra.
Berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “ Malu itu selalu mendatangkan
kebaikan.” (Muttafaq ‘alaih). Dalam riwayat Muslim disebutkan, “ Malu itu baik
seluruhnya.” Atau “Malu itu seluruhnya baik.” Abu Said Al-Khudry ra. Berkata
“Rasulullah saw. Lebih pemalu dari seorang perempuan yang ada di rumahnya.
Apabila beliau melihat sesuatu yang tidak disenanginya, kami mengetahui dari
wajah beliau.” (muttafaq ‘alaih). Pelajaran hadits ini adalah: 1) Anjuran untuk
mempunyai sifat malu sebagaimana Raulullah saw. Mencontohkannya . 2) Malu
merupakan sifat dasar setiap permpuan. Hilangnya sifat malu dari setiap
perempuan menandakan hari kiamat telah dekat. 3) Penjelasan tentang sifat malu
pada diri Rasulullah saw. Yang merupakan sifat terpuji. 4) Keutamaan malu yang merupakan kesempurnaan iman,
karena orang yang mempunyai rasa malu akan berhenti melakukan kemaksiatan dan
mendorongnya melakukan ketaatan.
Mengapa para muslimah
masih banyak yang belum berjilbab? Apa alasan mereka karena malu? Bukan malu
seperti itu yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Sama sekali bukan malu untuk
menunaikan kewajiban yang diajarkan oleh beliau, tetapi seharusnya kita malu
ketika kita belum menunaikan kewajiban yang diperintahkan Allah dan belum bisa
mencontoh apa yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Perasaan malu yang timbul
ketika belum mengenakan jilbab biasanya berbentuk rasa malu atau khawatir diejek oleh orang-orang di sekitar kita, atau
bisa juga dipandang aneh karena ada yang berbeda dari penampilan kita yang
biasanya tidak berjilbab, lalu tiba-tiba mengenakan jilbab. Hal seperti ini hal
yang wajar terjadi bagi kita yang baru mengenakan jilbab dan tidak seharusnya
menjadi penghalang bagi kita untuk istiqomah di jalan Allah. Ketahuilah bahwa
setiap peningkatan iman bukan tanpa cobaan. Jangan pernah takut untuk menjadi
berbeda dengan yang lain, karena perbedaan kita dengan yang lain itulah yang
membuat kita spesial. Jangan pernah takut untuk menegakkan agama Allah dan
berpegang teguh di jalan-Nya. Allah swt
berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah,
niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Q.S. Muhammad:7).
Ada juga yang beralasan
belum siap ketika diseru untuk berjilbab. Menurut mereka memperbaiki diri
adalah hal yang lebih baik dilakukan terlebih dahulu sebelum mereka berjilbab.
Sesungguhnya tidak demikian. Terus memperbaiki diri itu memang baik dan memang
seharusnya dilakukan. Namun jika kegiatan memperbaiki diri itu menjadi alasan
yang membuat kita untuk menunda kewajiban berjilbab, itu sama sekali tidak
benar. Mereka beranggapan bahwa yang berjilbab itu berarti mereka yang sudah
mempunyai perilaku yang baik. Memang seharusnya orang yang berjilbab itu
memiliki perilaku yang baik, tetapi bukan berarti hal ini membuat orang yang
merasa belum memiliki perilaku yang baik lalu kemudian enggan atau mengatakan
tidak siap untuk berjilbab. Kalau alasan memperbaiki diri terlebih dahulu
menjadi batasan untuk berjilbab, bagaimana jika mereka terus merasa dirinya
belum baik. Kapan mereka akan berjilbab? Sementara waktu terus berjalan, detik
jam tak pernah berhenti berputar. Sedang kita tak pernah tahu sampai kapan
kapan kita diberi kesempatan untuk bernapas.
Mengapa mengatakan
tidak siap atau masih belum siap untuk berjilbab? Berjilbab merupakan
konsekuensi yang harus dijalankan oleh setiap muslimah sejak mengucapkan ikrar
syahadat bahwa ‘Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.’ Setelah
mengucapkan kalimat tersebut, siap atau tidak kita telah berkonsekuensi untuk menjalankan semua
perintah Allah termasuk berjilbab, dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya.
Bagi muslimah apalagi yang telah mampu menjalankan kewajiban utamanya, yaitu
sholat dengan baik. Masihkah
memiliki alasan untuk belum mengenakan jilbab? Salah satu kelemahan manusia
adalah suka berdebat dan mencari alasan. Allah swt berfirman, “ Dan sesungguhnya kami telah
menjelaskan berulang-ulang kepada manusia dalam Al-Qur’an ini dengan
bermacam-macam perumpamaan. Tetapi manusia adalah memang yang paling banyak
membantah.” (Q.S. Al-Kahfi: 54) Perlu diketahui bahwa alasan-alasan yang
membuat kita menunda dalam melakukan ibadah adalah datangnya dari syaitan.
Sedangkan bagi muslimah yang merasa belum baik dalam menjalankan ibadah sholatnya, artinya masih sering
meninggalkan sholat. Bukan berarti mereka terhindar dari kewajiban memakai
jilbab. Belajar menutup aurat tidak lantas harus langsung mengenakan jilbab
yang besar. Kita bisa memulainya dengan jilbab yang sedang atau jilbab modis yang banyak
digemari kaum muda. Lalu, seiring dengan bertambahnya hidayah yang datang
kepada kita kemudian berangsur-angsur kita memperbaiki jilbab kita dengan
jilbab yang sesuai dengan syar’i. Karena Allah lebih suka ibadah yang
berangsur-angsur, daripada yang drastis. Tidak usah merasa tidak pantas
mengenakan jilbab ketika kita merasa diri kita belum memiliki perilaku yang
baik. Setelah mengenakan jilbab, dengan sendirinya kita akan berusaha
memperbaiki amalan kita dan menjaga sikap kita dari hal-hal yang tidak pantas
dilakukan oleh seorang muslimah.
Saat ini banyak
model-model jilbab bertebaran di kalangan muslimah. Namun, tidak semuanya memenuhi
ketentuan syar’i. Lalu, bagaimanakah jilbab yang memenuhi ketentuan syar’I itu?
Ingat kembali fungsi jilbab. Allah memerintahkan kita mengenakan jilbab adalah untuk
menutup aurat. Sedangkan aurat wanita yang tidak boleh terlihat adalah seluruh tubuh,
kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Jadi, jilbab yang memenuhi ketentuan syar’I
adalah jilbab yang dapat menutup aurat. Yaitu, jilbab atau kerudung tersebut dapat
menutupi kepala, leher, hingga dada. Jilbab tersebut juga tidak kecil dan tidak
transparan.
Ada pun jilbab-jilbab modis yang banyak beredar di pasaran, boleh sajabagi
pemula untuk mengenakannya sebagai daya tarik awal untuk berjilbab. Mereka yang
senang mengenakan jilbab modispasti tidak terlepas dari segi kemenarikannya. Tapi,
perlu dingat bahwa tujuan mengenakan jilbab adalah untuk menutup aurat. Bukan untuk
tampil cantik dan menarik, apalagi di hadapan laki-laki yang bukan muhrimnya. Ingatlah
ketika Ali bin Abu Thalib ra. bertanya kepada Fatimah ra. Tentang manakah wanita
yang baik itu. Fatimah ra. Menjawab, “Yaitu wanita yang tidak mau melihat laki-laki
dan tidak mau dilihatnya.”Bagi yang telah mengenakan jilbab, namun belum memenuhi
ketentuan syar’i. Semoga Allah terus melimpahkan hidayah kepadanya, sehingga ia
terus memperbaiki jilbabnya. Sedangkan untuk yang belumberjilbab, semoga Allah
segera memberinya hidayah untuk segera berjilbab.
Jangan takut merasa aneh ketika mengenakan jilbab yang besar, karena
itulah jilbab yang syar’i. Pertama kali mengenakannya mungkin terasa aneh, tapi
percayalah ketika kita sudah terbiasa mengenakannya, tak akan pernah ada rasa
penyesalan sedikit pun Karena telah mengenakannya. Bahkan yang ada malah
penyesalan mengapa kita tidak mengenakannya sejak dulu.Jangan takut merasa
kepanasan ketika mengenakan jilbab besar. Manakah yang akan kita pilih, panas
mengenakan jilbab syar’i demi melaksanakan syariat Allah atau kepanasan di
akhirat Karena ingkar terhadap perintah Allah? Untuk yang masih beranggapan
bahwa ‘menjilbabi hati’ lebih penting dilakukan terlebih dahulu daripada
berjilbab secara lahiriyah.Hati memang mesti baik.Lahiriyah pun demikian.Karena
iman itu mencakup untuk amalan hati, perkataan dan perbuatan.Hanya pemahaman
keliru yang menganggap iman itu cukup dengan amalan hati ditambah perkataan
lisan tanpa mesti ditambah amalan lahiriyah.Iman membutuhkan realisasi dalam
tindakan dan amalan.
Alasan apa lagi yang membuat kita takut berjilbab yang memenuhi
ketentuan syar’i? Takut disangka sebagai teroris?Jangan pernah takut dicap
sebagai teroris karena mengenakan jilbab yang syar’i.Kita meniatkan diri
berjilbab karena Allah swt.Jangan pernah takut ketika siapa pun menuduh kita
sebagai teroris, Allah sselalu bersama kita. Bahkan jika mereka mengadili kita
sekali pun, kita akan mati syahid karena mempertahankan keimanan dan difitnah.
Selain jilbab kita yang harus sesuai ketentuan syar’i, pakaian kita juga
harus demikian.Dalam berbusana, ada beberapa peraturan bagi kaum wanita
sholihah agar tidak termasuk dalam golongan, ‘wanita yang berpakaian tetapi
sesungguhnya mereka itu telanjang’ yaitu busana hendaknya pertama, tidak
terlalu tipis, sehingga terlihat bagian tubuh luar. Dari Abdullah bin Umar ra.
Dia menceritakan, aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Pada akhir
umatku nanti akan ada beberapa orang laki-laki yang menaiki pelana, mereka
singgah di beberapa pintu masjid, yang wanita-wanita mereka berpakaian tetapi
(seperti) telanjang, di atas kepala mereka terdapat sesuatu seperti punuk unta
yang miring. Laknat mereka, karena mereka semua terlaknat.” (H.R. Ibnu Hibban).
Kedua.Tidak terlalu ketat, sehingga membentuk lekukan tubuh.Ketiga.Tidak
memakai harum-haruman.Dari Ghanim bin Qais, dari Abu Musa Al-Asy’ari ra., dia
menceritakan, Rasulullah saw. telah bersabda, “ Setiap wanita mana saja yang
memakai wangi-wangian lalu dia berjalan melewati suatu kaum supaya mereka
mencium bau wanginya itu, berarti dia telah berzina.” (H.R. Ahmad, An-Nasa’I,
Abu Dawud, dan Tirmidzi).
Keempat.Tidak menyerupai pria.Ibnu Abbas ra. Berkata, “Rasulullah saw.
melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang bergaya
laki-laki.” Dalam satu riwayat, Rasulullah saw. melaknat laki-laki yang meniru
perempuan dan perempuan yang meniru laki-laki.”(H.R. Bukhari. Kelima.Tidak
menyerupai busana orang kafir.“ Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia
termasuk di dalam kaum tersebut.” (HR. Abu Dawud dari Ibnu Umar) Keenam.Tidak
untuk menyombongkan diri atau bermegah-megahan.Mu’adz ra. Berkata bahwa
rasulullah saw. bersabda, “ Barang siapa meninggalkan pakaian (yang berlebihan)
karena tawadhu padahal ia mampu melakukannya, maka di hari kiamat Allah akan
memanggilnya di hadapan semua manusia agar ia memilih memakai perhiasan iman
yang mana pun sesuka hatinya.” (HR. Tirmidzi).
Ketujuh.Sederhana dalam berpakaian. Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari
kakeknya, berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, ” Sesungguhnya Allah senang
melihat hamba-Nya yang memperlihatkan nikmat-Nya.” Maksud dari hadits ini
adalah diperbolehkannya berpenampilan menarik dalam berpakaian sebagai bukti
rasa syukur atas nikmat Allah, bukan karena sombong.
Fungsi pakaian itu sendiri adalah untuk menutupi aurat, maka apa artinya
pakaian jika tidak menutupi aurat pemakainya. Untuk itulah ia dinamakan sebagai
‘wanita yang berpakaian tetapi sesungguhnya ia telanjang’. Rasulullah saw.
bersabda, “Barang siapa memakai pakaian untuk menyombongkan diri, niscaya pada
hari kiamat Allah akan mengenakan pakaian kehinaan kepadanya.” (HR. Ahmad, Abu
Dawud, An-Nasa’i).Seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Umar ra. Tentang
pakaian apa yang dikenakannya, maka Ibnu Umar ra. Berkata, “Pakaian yang biasa
kupakai adalah yang tidak dihinakan oleh orang-orang bodoh dan tidak dicela
oleh orang-orang cendekiawan (tidak terlalu jelek dan tidak terlalu mewah
mencolok), jadi pertengahan antara keduanya.”Kesederhanaan dalam berpakaian
yang dicontohkan oleh hadits ini tidak hanya bagi laki-laki saja, tetapi juga
bagi perempuan.
Setelah kita berpakaian dan berjilbab sesuai ketentuan syar’I, maka
hendaknya kita menjaga sikap dan perilaku kita sebagai muslimah.Di antara
hal-hal yang harus dilakukan adalah meninggalkan kegiatan yang dinamakan
pacaran.Di dalam Al-ur’an memang tidak disebutkan dengan pasti untuk
meninggalkan pacaran. Namun, ada satu ayat yang menyebutkan bahwa, “ Dan
janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan
suatu perbuatan yang buruk.” (Q.S. Al-Isra:32). Pacaran adalah kegiatan yang
dapat mendekatkan kita pada zina.Jika ditinjau dari segi kebermanfaatannya,
pacaran lebih banyak memberikan mudharat. Bahkan tidak ada sama sekali manfaat
yang dapat diambil. Berikutnya adalah kita diharamkan untuk berkhalwat atau
dengan berkumpul dengan lelaki yang bukan muhrim.Ibnu Abbas ra. Berkata bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “ Jangan sekali-kali seorang dari kamu bersendirian
dengan seorang wanita, kecuali bersama mahramnya.” (Muttafaq ‘alaih). Maksud
dari hadits ini adalah larangan bagi laki-laki berduaan di tempat yang sunyi
bersama wanita lain yang bukan muhrimnya, karena dapat menimbulkan keburukan
dan perzinaan.
Selain itu, kita juga harus pandai menjaga pandangan bisa termasuk zina
mata.“ Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan
dimintai pertanggungjawabannya.” (Q.S. Al-Isra:36).Said bin Musayyib ra.
Mengisahkan pertanyaan Ali bin Abi Thalib ra. Kepada Fathimah ra.Tentang
manakah wanita yang baik.Fathimah ra. Menjawab, “ Yaitu wanita yang tidak mau
melihat laki-laki dan tidak mau dilihatnya.” Ali ra. Pun menanyakan hal itu
kepada Rasulullah saw. yang dijawab oleh beliau, bahwa Fatimah ra. Adalah darah
daging beliau. (Maksudnya bahwa jawaban Fathimah sama seperti jawaban beliau).
Imam Mujahid ra.Pernah berkata, “Jika ada seorang wanita yang datang,
maka duduklah iblis di kepalanya. Lalu, ia merias wanita itu dari pandangan
orang yang melihatnya. Jika wanita itu membelakang, maka iblis akan duduk di
pantatnya dam menghias wanita itu dari pandangan orang yang melihatnya.”
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, jilbab mempunyai banyak fungsi
dan hikmah.Di antaranya, jilbab merupakan bentuk ketaqwaan kepada Allah dan
Rasul-Nya, jilbab juga merupakan rasa malu kita.Selain itu, jilbab dapat
melindungi dari sinar matahari serat melindungi dari orang-orang jahat yang
hendak berbuat macam-macam. Lalu, bagaimana dengan orang-orang yang telah
diberi penjelasan mengenai wajibnya mengenakan jilbab, tapi ia tetap tidak mau
melaksanakannya? Mungkin mereka itulah orang-orang yan belum mendapat
petunjuk.Semoga Allah segera memberi mereka petunjuk dan membukakan hati
mereka. Allah swt berfirman, “ Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada
Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari-Nya, padahal kamu
mendengar (perintah-perintah-Nya).” (Q.S. Al-Anfal:20). Rasulullah saw.
Bersabda, “ Ada dua golongan ahli neraka yang aku belum pernah melihatnya,
yaitu suatu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang dipukulkan ke
manusia. Permpuan-perempuan yang berpakaian, (tetapi pada hakekatnya) mereka
itu telanjang, (jalannya) lenggak-lenggok, sanggul mereka seperti punuk unta
yang miring Mereka tidak akan masuk surge dan tidak akan mencium baunya,
padahal sesungguhnya bausurga itu tercium dari jarak perjalanan (sejauh) sekian
…sekian.” Dalam riwayat lain disebutkan. “Dan sesungguhnya harumnya tercium
dari jarak perjalanan lima ratus tahun.” (HR. Muslim).
Kewajiban untuk berjilbab dan dan menjaga aurat dari laki-laki yang
bukan muhrim, sama sekali bukan hal yang dapat disepelekan. Aka nada siksaan
yang sangat berat ketika kita melanggarnya. Diceritakan dari beberapa hadits
singkat, bahwa Rasulullah saw. melihat beribu-ribu siksa di neraka, di
antaranya adalah wanita yang memperlihatkan rambutnya di depan laki-laki yang
bukan muhrimnya disiksa dengan digantung menggunakan rambutnya di atas api
neraka dan wanita yang disiksa jasadnya digantung dengan gunting api neraka
ialah wanita yang memamerkan tubuhnya kepada laki-laki yang bukan muhrimnya supaya
laki-laki tersebut jatuh cinta kepadanya. Meskipun berjilbab, namun sama saja jika
tetap menampakkan lekuk tubuhnya.
Jika wanita-wanita muslimnya seluruhnya telah memakai jilbab, insya
Allah mereka akan dapat menjaga perilakunya dari perbuatan keji dan mungkar.
Dengan demikian, bangsa yang di dalamnya dihuni oleh wanita-wanita sholehah
yang telah memenuhi menjalankan syari’at Islam insya Allah akan melahirkan
generasi-generasi yang mampu membawa negaranya menuju kejayaan. Kehadiran wanita yang sholihah juga
mempengaruhi kesuksesan suami mereka.Di balik kesuksesan seorang laki-laki,
pasti ada perempuan luar biasa di sampingnya.
Sumber rujukan: Al-Qur’an, Fiqih wanita, dan Riyadhus
Sholihin.